Demo Site

Friday, August 31, 2012

Alergi Hawa Dingin



Bila anak menunjukkan gejala sebagai berikut, orangtua harus waspada, jangan-jangan itu adalah reaksi alergi hawa dingin:
* Saluran Napas
Gejalanya: banyak dahak,  batuk, dan sesak napas.
Udara dingin menyerang daya tahan tubuh yang menstimulasi produksi lendir/dahak di saluran pernapasan. Selanjutnya, udara dingin menyerang jaringan di bagian hidung. Saluran di jaringan hidung pun melebar. Akibatnya, jaringan dalam hidung membengkak, itu yang membuat hidung tersumbat. Ini pulalah yang dapat menyebabkan batuk atau memicu sesak napas.
* Kulit
Biasanya timbul gatal-gatal (urticaria). Hal ini disebabkan mekanisme pertahanan tubuh yang bereaksi secara berlebihan mengeluarkan histamin, yaitu  suatu senyawa kimia yang menyebabkan timbulnya gejala alergi berupa gatal-gatal yang bisa menyebar ke seluruh tubuh.
Bila gejala tersebut baru pertama kali muncul, orangtua sebaiknya segera membawa anak ke dokter untuk memastikan, apakah benar anak alergi hawa dingin atau ada penyebab lainnya. Tapi kalau sudah pasti anak menderita alergi hawa dingin, yang harus segera dilakukan adalah membawanya ke tempat yang lebih hangat, kemudian memakaikan pakaian yang lebih tebal (jaket/sweater), dan bentol-bentolnya bisa diberi bedak antigatal. Kalau memang sudah ada obat dari dokter, segera minum obatnya.
Tapi ingat, jangan minum obat sembarangan (bila belum pernah mendapat obat yang diresepkan dokter), sebab bila alergi itu muncul pada saluran napas, yang ditandai dengan batuk/banyak dahak/sesak, konsumsi obat sembarangan bisa menyebabkan anak makin sesak napas. Pasalnya, saat alergi terjadi pembengkakan di saluran napas dan pembengkakan itu terjadi ke arah dalam. Apa jadinya kalau gara-gara obat itu saluran napas semakin menutup? Tentu bisa fatal.
Sebaiknya anak diberikan minuman hangat supaya tubuhnya terasa hangat dari dalam. Boleh juga mengolesi tubuh dengan balsam/minyak untuk menghangatkan tubuh.
Kalau ditunggu sekitar satu jam setelah langkah-langkah di atas di lakukan, kondisi anak tak kunjung membaik atau malah memburuk, makin sesak napas, dahaknya semakin banyak, atau bentol-bentolnya semakin banyak, jangan tunggu lagi segera bawa ke dokter. Dokter akan melakukan pemeriksaan dan penanganan yang tepat seperti memberikan obat antihistamin, kadang kala juga diperlukan obat golongan steroid sesuai kondisi anak saat itu.



Thursday, August 30, 2012

Bila Si Kecil Banyak Bertanya


Pet! Listrik tiba-tiba padam, malam itu. Dengan sigap, abi segera menyalakan lampu minyak. Si 3th mengamati lampu minyak itu dengan penuh rasa ingin tahu. Tak lama kemudian, muncullah beberapa pertanyaan dari bibir mungilnya.
“Itu apa Bi?” “Itu lampu minyak, Sayang.” “Kok pakai lampu minyak kenapa Bi?” “Karena listrik mati.” “Listriknya kok mati kenapa toh Bi?” “Ya…mungkin karena tadi ada hujan deras.” “Kok tadi ada hujan deras kenapa Bi?” “Tadi di langit kan ada awan hitam, awan itu sekumpulan air, kalau turun jadi hujan.” Bla…bla…bla….Demikianlah pertanyaan si kecil bagai tak ada habisnya. Abinya pun dengan sabar menjawab pertanyaan putri sulungnya.

Rasa Ingin Tahu, Jangan Dimatikan
Anak-anak berusia 2-5 tahun memang seringkali mengajukan banyak pertanyaan kepada orangtua atau pengasuhnya. Pertanyaan mereka biasanya tidak jauh dari apa yang mereka temui, amati atau rasakan. Yang mendorong mereka mengajukan pertanyaan adalah besarnya rasa ingin tahu mereka terhadap segala sesuatu.
Sebenarnya, kita semua memiliki bekal rasa ingin tahu ini semenjak lahir. Kehebatan rasa ingin tahu inilah yang membuat bayi bisa merangkak, berjalan, dan bicara. Selanjutnya, rasa ingin tahu ini akan menentukan kualitas perkembangan otak mereka. Sayangnya, orangtua banyak melakukan intervensi negatif sehingga naluri penting ini terkubur dalam-dalam
Seringkali orangtua tak mau menjawab pertanyaan anak-anaknya yang menurut mereka terdengar konyol, lugu, dan seperti dibuat-buat. Seakan tak ada gunanya kalaupun orangtua mau repot-repot menjawabnya. Hal ini menjadikan anak belajar untuk mematikan rasa ingin tahunya. Setelah pertanyaan-pertanyaannya tak pernah dijawab, anak pun jadi malas untuk bertanya lagi, dan jadi tak peduli pada segala sesuatu yang ada di sekelilingnya. Tindakan orangtua yang mematikan rasa ingin tahu anak itu sungguh tidak mendidik dan berpengaruh buruk terhadap perkembangan otak anak.
Sebagian kecil orangtua memang ada yang sangat mendukung perkembangan intelektual anaknya. Mereka bukan hanya menjawab pertanyaan anak, tetapi juga berusaha melakukan sesuatu untuk semakin menumbuhkan rasa ingin tahu sang anak. Mereka mendorong anak untuk bertanya dan terus bertanya, hingga anak sendiri yang kehabisan pertanyaan. Untuk itu, para orangtua ini menyediakan waktu sebanyak mungkin, karena mereka tahu, sepatah kata jawaban bisa menjadi sangat berarti bagi perkembangan sel saraf otak anak.
Perlu Kesabaran
Orangtua yang tidak sabaran, mungkin cuma diam atau menjawab ‘tidak tahu’ saat ditanya sang anak. Kadang, pertanyaan anak malah dijawab dengan bentakan, “Sudah diam! Jangan tanya-tanya terus. Ibu capek.”
Memang untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan anak itu diperlukan kesabaran, di samping perhatian dan kepandaian dalam menjawab. Seorang ibu yang sudah disibukkan dengan berbagai pekerjaan rumah, mungkin akan lelah menghadapi seribu satu macam pertanyaan anaknya. Demikian juga dengan sang ayah yang sudah bekerja seharian mencari nafkah. Rasa lelah itu bisa menghilangkan mood untuk sekadar menjawab sang anak.
Bukankah jika kita menyatakan siap punya anak, secara otomatis kita juga harus siap ‘direpoti’? Adalah salah besar jika hanya karena alasan sibuk atau capek, lalu orangtua mematikan rasa ingin tahu sang anak. Sebisa mungkin, walau sedang sibuk bekerja, kita tetap berusaha memberi perhatian pada anak. Sambil memasak, seorang ibu bisa menjawab pertanyaan anak. Sambil membersihkan rumah pun bisa terus mengobrol dengan mereka.
Sekali lagi, dalam hal ini memang dibutuhkan kesabaran tinggi. Dalam menjawab pun kita harus menunjukkan perhatian, yang bisa ditampakkan lewat mimik muka dan cara menjawab dengan nada bersungguh-sungguh.
Jawablah dengan Benar
Orangtua tak perlu memberikan jawaban panjang atau berbelit-belit, sehingga malah sulit dimengerti anak. Cukuplah menjawab pertanyaan anak dengan jawaban pendek dengan bahasa yang disesuaikan dengan pemahaman anak. Jangan pernah menjawab pertanyaan anak dengan sembarangan. Jika menjawab, jawablah dengan benar. Jika orang tua tidak tahu jawaban yang benar, tak usah mencoba berbohong. Lebih baik katakan tidak tahu, dan cobalah menerangkan di lain waktu bila jawabannya sudah didapat. Sebagaimana contoh kasus di awal tulisan ini, Abu Asma’ berusaha menjawab pertanyaan putrinya dengan jawaban-jawaban pendek yang mudah dipahami.
Beruntunglah anak bila orangtuanya selalu berusaha menjawab pertanyaannya dengan benar. Selain bisa memuaskan hatinya, jawaban itu juga akan menambah pengetahuan dan wawasannya. Sayangnya, tak sedikit orangtua yang suka memberikan jawaban tidak benar pada anak. Misalnya saat Hasan (5) bertanya pada ibunya tentang gempa yang menyebabkan genting-genting di rumahnya melorot ke bawah. “Kok terjadi gempa kenapa Bu?” “Karena ada raksasa besar yang mengamuk di dalam laut, jadi bumi bergoncang.” Mungkin jawaban tersebut bisa diterima oleh daya imajinasinya, akan tetapi jawaban itu tidak menambah perbendaharaan pengetahuannya. Jawaban semacam ini sangat tidak bermanfaat, dan harus dijauhi oleh para orangtua. Seharusnya pertanyaan Hasan bisa dijawab, “Gempa itu penyebabnya bisa bermacam-macam. Salah satunya karena ada gunung meletus di daratan atau lautan, jadi bumi bergoncang.” Jika Hasan masih penasaran dengan sebab-sebab gempa lainnya, ibu bisa mencarikan referensi, misalnya buku atau majalah yang membahas tentang gempa, untuk dibacakan atau dibaca sendiri oleh Hasan.
Kemampuan Otak Balita
Mungkin kita mengira, anak-anak balita itu selain lugu juga tak tahu apa-apa tentang alam semesta kehidupannya. Tapi adalah kesalahan besar jika kita menganggap mereka bodoh, karena mereka mempunyai daya tangkap dan daya ingat yang jauh lebih hebat dari yang kita pikirkan. Dari sekian banyak pertanyaannya yang dia ajukan dalam sehari, pasti ada yang masuk dan direkam baik-baik dalam otaknya. Ya, balita memang memiliki kemampuan menangkap pengetahuan dengan hebat, karena otak mereka belum dipengaruhi untuk memikirkan hal-hal lain.
Sebuah pertanyaan saja, bagi anak ibarat mempelajari sebuah bab pelajaran di sekolah sebagaimana yang dipelajari kakak-kakaknya. Maka jawabannya akan sangat berarti untuk mengasah ketajaman otaknya.
Yang perlu dikhawatirkan justru kalau anak terlalu pendiam, dan tidak ingin tahu banyak tentang segala sesuatu. Ia tidak pernah bertanya, dan tidak tertarik dengan adanya benda baru. Anak seperti ini harus ‘dipancing’ untuk membangkitkan rasa ingin tahunya. Orangtua bisa memulai dengan mengajukan pertanyaan, “Azmi, mengapa kalau siang tampak terang dan malam tampak gelap?” Atau, “Kamu dan ayam sama-sama punya kaki. Mengapa kamu bisa menendang bola, ayam tidak?” Dengan pertanyaan menarik diharapkan anak akan terangsang, kemudian menanyakan segala sesuatu. Makin sering orangtua memancing dengan berbagai pertanyaan menarik, tentu anak akan meniru tindakan orangtua.
Untuk mengembangkan kemampuan anak bertanya, bimbinglah anak untuk mempraktikkan kunci utama pertanyaan, yaitu 5W+1H. Yang dimaksud 5W+1H adalah what (apa), when (kapan), where (di mana), who (siapa), why (mengapa) dan how (bagaimana)
Selain itu orang tua juga bisa menyediakan buku bacaan atau majalah islami untuk anak-anak. Melihat gambar-gambarnya yang menarik dan berwarna-warni, bisanya anak-anak akan tertarik untuk mempertanyakan apa yang ia lihat. Jika anak tetap belum banyak bertanya seperti yang kita harapkan, maka orangtua yang harus aktif menyakan segala sesuatu tentang gambar-gambar atau kisah di buku tersebut. Yang mesti disadari, proses ini membutuhkan waktu dan memerlukan kesabaran. Semoga kita memiliki putra-putri yang shalih dan pintar.
Maraji’:
Mendidik dengan Cinta, Irawati Istadi. Pustaka Inti.